Nama :
Ibnu Hakim Arrozi
NPM : 14513171
KELAS
: 1PA03
CAPRES DAN
CAWAPRES
Hiruk pikuk perpolitikan nasional dalam pemilihan presiden
dan wakil presiden saat ini lebih banyak menonjolkan “kampanye hitam”
antarpendukung calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (calon wakil
presiden).
Padahal, yang perlu mendapatkan perhatian serius dari publik adalah bagaimana visi-misi capres dan cawapres dalam membangun Indonesia lima tahun ke depan.
Masyarakat harus dibekali informasi-informasi yang tepat dan akurat tentang bagaimana pasangan capres dan cawapres dalam memandang pembangunan serta memecahkan permasalahan bangsa.
Capres, cawapres, serta tim pemenangan masing-masing harus segera mengarahkan pada cara kampanye yang beradab untuk kemajuan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan mengkaji visi-misi dan program capres-cawapres yang sudah termuat dalam website KPU, terutama kaitannya dengan bidang kelautan, prinsipnya kedua pasangan capres dan cawapres memiliki pandangan yang sama akan pentingnya bidang kelautan sebagai kekuatan ekonomi ke depan.
Hal ini merupakan suatu terobosan yang baik bagi pembangunan kelautan. Kedua pasangan capres dan cawapres sangat jeli dalam memandang pentingnya perbatasan laut dan pulau-pulau perbatasan guna menjaga dan menegakkan kedaulatan NKRI.
Kasus perbatasan laut yang kerap terabaikan selama ini, alhamdulillah dapat terakomodasi dalam dokumen visi-misi capres dan cawapres.
Jadi, diharapkan kasus pemasangan mercusuar di Tanjung Datuk, Kalimantan Barat oleh Malaysia perlu dicermati dan dapat diselesaikan dengan baik serta tidak terulang kembali dalam rangka keutuhan dan kesatuan NKRI.
Pendekatan Kelautan
Namun, ada catatan penting yang perlu disampaikan kepada para capres dan cawapres serta tim suksesnya, terkait pembangunan kelautan lima tahun ke depan. Laut adalah jati diri bangsa Indonesia (70 persen wilayah Indonesia adalah laut-red) maka aktivitas kelautan adalah sendi utama dan negara maritim menjadi tujuan pencapaian NKRI.
Beberapa aspek penting mulai dari falsafah dasar pembangunan, sistematika, serta strategi pencapaian masih perlu disempurnakan sehingga menjadi dokumen yang kuat bagi kepentingan nasional, kesejahteraan rakyat, dan implementatif.
Ada beberapa substansi yang belum terangkum dengan baik. Pertama, para pasangan capres-cawapres belum menjelaskan keberpihakan anggaran terhadap pembangunan kelautan, khususnya bagi daerah-daerah yang berada di wilayah perbatasan negara yang dominan wilayah lautnya, termasuk pulau-pulau kecil.
Berdasarkan pengalaman di lapangan, selama ini banyak masyarakat di wilayah pulau-pulau kecil perbatasan yang “tidak” terjamah oleh negara, baik pusat dan daerah.
Itu karena tidak adanya anggaran untuk mendorong pembangunan wilayah-wilayah perbatasan maupun terpencil sehingga sangat tertinggal. Ini termasuk infrastruktur transportasi laut, kapal-kapal dalam beberapa tahun terakhir belum dapat menjangkau wilayah tersebut sehingga aktivitas ekonomi rakyat kepulauan (ekonomi nusantara) belum berkembang, pendidikan jauh tertinggal, serta kesejahteraan jauh dari wilayah di Sumatera, Jawa, dan Bali.
Adanya ketimpangan tersebut harus diatasi dengan kebijakan kelautan yang kuat dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat secara nyata di seluruh wilayah Nusantara. Ketidakpedulian negara akan berdampak lemahnya NKRI dan aktivitas ilegal, dari dalam maupun luar negeri, akan membahayakan kelangsungan hidup bangsa.
Berdasarkan hal tersebut, keberpihakan anggaran negara terhadap pembangunan kelautan khususnya di wilayah perbatasan negara dan pulau-pulau kecil perlu menjadi catatan penting bagi para pasangan capres dan cawapres.
Kedua, strategi pencapaian yang kurang terukur dan implementatif. Tampak visi-misi pasangan Jokowi-Jusuf Kalla terjebak pada pendekatan peningkatan produksi dalam visi-misi ekonomi maritim dan perikanan.
Seharusnya, lebih diarahkan peningkatan kapasitas ekonomi kelautan (sumber daya dan fungsi laut) yang multisektor (perikanan, pariwisata bahari, pertambangan dan energi, industri maritim, transportasi laut, bangunan kelautan, dan jasa kelautan) dengan mengutamakan keberlanjutan pembangunan darat dan laut sebagai sebuah kesatuan.
Sebagai contoh program untuk sumber daya pulih, dalam dokumen visi-misi disebutkan akan meningkatkan produksi perikanan menjadi 40-50 juta ton per tahun pada 2019. Jadi, pasangan ini akan membangun 100 sentra perikanan sebagai tempat pelelangan ikan, pemberantasan illegal fishing, penerapan best aqua-cultur practices, dan mendesain tata ruang wilayah pesisir.
Pasangan Jokowi-JK belum mencermati pengalaman presiden sebelumnya yang gagal mencanangkan pendekatan produksi, seharusnya lebih diarahkan pada pendekatan nilai ekonomi multisektor dan asas manfaat bagi rakyat dan kepentingan nasional.
Pasangan Prabowo-Hatta sedikit berbeda pendekatannya dalam membangun bidang kelautan, yakni dengan pendekatan industrialisasi.
Namun, belum digambarkan bagaimana implementasi serta interaksinya dengan pengembangan ekonomi kerakyatan dan pembangunan nasional dengan lebih komprehensif dalam bingkai multisektor. Sebagai ilustrasi, untuk pembangunan sumber daya pulih (perikanan), belum terlihat arah yang terintegrasi pada subsektor yang akan menjadi tumpuan karena industri penangkapan sudah relatif jenuh sehingga perlu peninjauan arah kebijakan.
Pembangunannya ke budi daya. Data FAO (2014) menunjukkan, pada periode 2000-2012, pertumbuhan produksi perikanan mencapai 9,34 persen per tahun. Dalam periode tersebut, pertumbuhan perikanan budi daya tercatat mencapai 20,59 persen per tahun dan perikanan tangkap hanya 2,93 persen per tahun.
Berdasarkan hal tersebut, beberapa catatan yang perlu diperhatikan kedua pasangan capres dan cawapres serta tim suksesnya, keberpihakan alokasi anggaran bidang kelautan yang multisektor menjadi sangat penting untuk diperhatikan.
Oleh sebab itu, dalam pengalokasian anggaran kelautan, khususnya bagi pemerintah daerah, perlu dipertimbangkan luas wilayah laut sebagai dasar pengalokasian anggaran pembangunan sehingga terjadi percepatan pembangunan Nusantara lebih merata bagi rakyat di negara kepulauan. Dengan demikian, dalam lima tahun ke depan tidak ada lagi cerita masyarakat di pulau kecil merasa dianaktirikan pembangunannya oleh negara.
Ketiga, pendekatan sektoral dan kurang mendorong pemerataan antarpenduduk dan antarwilayah. Dengan naiknya index gini ratio dari 0,329 pada 2002 menjadi 0,413 pada 2013, harus menjadi sinyal kuat bagi kedua pasangan capres dan cawapres untuk membenahinya, serta perhatian yang kuat terhadap keberlanjutan bangsa dan lingkungan hidup.
Pasangan Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta perlu mengubah pendekatan pertumbuhan volume produksi ke nilai ekonomi multisektor, keberlanjutan lingkungan laut, pemerataan pembangunan antarwilayah, dan kepentingan nasional.
Pemanfaatan kapasitas nasional laut sebagai pilar ekonomi perlu ditegaskan kembali, khususnya dalam infrastruktur bagi pengembangan ekonomi Nusantara yang berbasis kepulauan, efisiensi logistik, maupun konektivitas antarpulau besar dan kecil.
Jadi, tumbuh harmonisasi kawasan timur dan kawasan barat serta pulau besar dan pulau kecil. Langkah-langkah cepat dan terukur dalam mempersiapkan kepemimpinan yang berpihak kepada laut serta memiliki program yang kokoh bagi terwujudnya pembangunan kelautan yang kuat, terstruktur, komprehensif, serta menjadikan pilar kemakmuran bagi segenap rakyat Indonesia di segenap penjuru Tanah Air.
Selamat berjuang kepada kedua pasangan capres dan cawapres beserta tim sukses secara santun dan bermartabat. Semoga presiden-wakil presiden terpilih dapat secara nyata mengedepankan pembangunan kelautan nasional bagi kemakmuran bangsa Indonesia.
Padahal, yang perlu mendapatkan perhatian serius dari publik adalah bagaimana visi-misi capres dan cawapres dalam membangun Indonesia lima tahun ke depan.
Masyarakat harus dibekali informasi-informasi yang tepat dan akurat tentang bagaimana pasangan capres dan cawapres dalam memandang pembangunan serta memecahkan permasalahan bangsa.
Capres, cawapres, serta tim pemenangan masing-masing harus segera mengarahkan pada cara kampanye yang beradab untuk kemajuan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan mengkaji visi-misi dan program capres-cawapres yang sudah termuat dalam website KPU, terutama kaitannya dengan bidang kelautan, prinsipnya kedua pasangan capres dan cawapres memiliki pandangan yang sama akan pentingnya bidang kelautan sebagai kekuatan ekonomi ke depan.
Hal ini merupakan suatu terobosan yang baik bagi pembangunan kelautan. Kedua pasangan capres dan cawapres sangat jeli dalam memandang pentingnya perbatasan laut dan pulau-pulau perbatasan guna menjaga dan menegakkan kedaulatan NKRI.
Kasus perbatasan laut yang kerap terabaikan selama ini, alhamdulillah dapat terakomodasi dalam dokumen visi-misi capres dan cawapres.
Jadi, diharapkan kasus pemasangan mercusuar di Tanjung Datuk, Kalimantan Barat oleh Malaysia perlu dicermati dan dapat diselesaikan dengan baik serta tidak terulang kembali dalam rangka keutuhan dan kesatuan NKRI.
Pendekatan Kelautan
Namun, ada catatan penting yang perlu disampaikan kepada para capres dan cawapres serta tim suksesnya, terkait pembangunan kelautan lima tahun ke depan. Laut adalah jati diri bangsa Indonesia (70 persen wilayah Indonesia adalah laut-red) maka aktivitas kelautan adalah sendi utama dan negara maritim menjadi tujuan pencapaian NKRI.
Beberapa aspek penting mulai dari falsafah dasar pembangunan, sistematika, serta strategi pencapaian masih perlu disempurnakan sehingga menjadi dokumen yang kuat bagi kepentingan nasional, kesejahteraan rakyat, dan implementatif.
Ada beberapa substansi yang belum terangkum dengan baik. Pertama, para pasangan capres-cawapres belum menjelaskan keberpihakan anggaran terhadap pembangunan kelautan, khususnya bagi daerah-daerah yang berada di wilayah perbatasan negara yang dominan wilayah lautnya, termasuk pulau-pulau kecil.
Berdasarkan pengalaman di lapangan, selama ini banyak masyarakat di wilayah pulau-pulau kecil perbatasan yang “tidak” terjamah oleh negara, baik pusat dan daerah.
Itu karena tidak adanya anggaran untuk mendorong pembangunan wilayah-wilayah perbatasan maupun terpencil sehingga sangat tertinggal. Ini termasuk infrastruktur transportasi laut, kapal-kapal dalam beberapa tahun terakhir belum dapat menjangkau wilayah tersebut sehingga aktivitas ekonomi rakyat kepulauan (ekonomi nusantara) belum berkembang, pendidikan jauh tertinggal, serta kesejahteraan jauh dari wilayah di Sumatera, Jawa, dan Bali.
Adanya ketimpangan tersebut harus diatasi dengan kebijakan kelautan yang kuat dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat secara nyata di seluruh wilayah Nusantara. Ketidakpedulian negara akan berdampak lemahnya NKRI dan aktivitas ilegal, dari dalam maupun luar negeri, akan membahayakan kelangsungan hidup bangsa.
Berdasarkan hal tersebut, keberpihakan anggaran negara terhadap pembangunan kelautan khususnya di wilayah perbatasan negara dan pulau-pulau kecil perlu menjadi catatan penting bagi para pasangan capres dan cawapres.
Kedua, strategi pencapaian yang kurang terukur dan implementatif. Tampak visi-misi pasangan Jokowi-Jusuf Kalla terjebak pada pendekatan peningkatan produksi dalam visi-misi ekonomi maritim dan perikanan.
Seharusnya, lebih diarahkan peningkatan kapasitas ekonomi kelautan (sumber daya dan fungsi laut) yang multisektor (perikanan, pariwisata bahari, pertambangan dan energi, industri maritim, transportasi laut, bangunan kelautan, dan jasa kelautan) dengan mengutamakan keberlanjutan pembangunan darat dan laut sebagai sebuah kesatuan.
Sebagai contoh program untuk sumber daya pulih, dalam dokumen visi-misi disebutkan akan meningkatkan produksi perikanan menjadi 40-50 juta ton per tahun pada 2019. Jadi, pasangan ini akan membangun 100 sentra perikanan sebagai tempat pelelangan ikan, pemberantasan illegal fishing, penerapan best aqua-cultur practices, dan mendesain tata ruang wilayah pesisir.
Pasangan Jokowi-JK belum mencermati pengalaman presiden sebelumnya yang gagal mencanangkan pendekatan produksi, seharusnya lebih diarahkan pada pendekatan nilai ekonomi multisektor dan asas manfaat bagi rakyat dan kepentingan nasional.
Pasangan Prabowo-Hatta sedikit berbeda pendekatannya dalam membangun bidang kelautan, yakni dengan pendekatan industrialisasi.
Namun, belum digambarkan bagaimana implementasi serta interaksinya dengan pengembangan ekonomi kerakyatan dan pembangunan nasional dengan lebih komprehensif dalam bingkai multisektor. Sebagai ilustrasi, untuk pembangunan sumber daya pulih (perikanan), belum terlihat arah yang terintegrasi pada subsektor yang akan menjadi tumpuan karena industri penangkapan sudah relatif jenuh sehingga perlu peninjauan arah kebijakan.
Pembangunannya ke budi daya. Data FAO (2014) menunjukkan, pada periode 2000-2012, pertumbuhan produksi perikanan mencapai 9,34 persen per tahun. Dalam periode tersebut, pertumbuhan perikanan budi daya tercatat mencapai 20,59 persen per tahun dan perikanan tangkap hanya 2,93 persen per tahun.
Berdasarkan hal tersebut, beberapa catatan yang perlu diperhatikan kedua pasangan capres dan cawapres serta tim suksesnya, keberpihakan alokasi anggaran bidang kelautan yang multisektor menjadi sangat penting untuk diperhatikan.
Oleh sebab itu, dalam pengalokasian anggaran kelautan, khususnya bagi pemerintah daerah, perlu dipertimbangkan luas wilayah laut sebagai dasar pengalokasian anggaran pembangunan sehingga terjadi percepatan pembangunan Nusantara lebih merata bagi rakyat di negara kepulauan. Dengan demikian, dalam lima tahun ke depan tidak ada lagi cerita masyarakat di pulau kecil merasa dianaktirikan pembangunannya oleh negara.
Ketiga, pendekatan sektoral dan kurang mendorong pemerataan antarpenduduk dan antarwilayah. Dengan naiknya index gini ratio dari 0,329 pada 2002 menjadi 0,413 pada 2013, harus menjadi sinyal kuat bagi kedua pasangan capres dan cawapres untuk membenahinya, serta perhatian yang kuat terhadap keberlanjutan bangsa dan lingkungan hidup.
Pasangan Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta perlu mengubah pendekatan pertumbuhan volume produksi ke nilai ekonomi multisektor, keberlanjutan lingkungan laut, pemerataan pembangunan antarwilayah, dan kepentingan nasional.
Pemanfaatan kapasitas nasional laut sebagai pilar ekonomi perlu ditegaskan kembali, khususnya dalam infrastruktur bagi pengembangan ekonomi Nusantara yang berbasis kepulauan, efisiensi logistik, maupun konektivitas antarpulau besar dan kecil.
Jadi, tumbuh harmonisasi kawasan timur dan kawasan barat serta pulau besar dan pulau kecil. Langkah-langkah cepat dan terukur dalam mempersiapkan kepemimpinan yang berpihak kepada laut serta memiliki program yang kokoh bagi terwujudnya pembangunan kelautan yang kuat, terstruktur, komprehensif, serta menjadikan pilar kemakmuran bagi segenap rakyat Indonesia di segenap penjuru Tanah Air.
Selamat berjuang kepada kedua pasangan capres dan cawapres beserta tim sukses secara santun dan bermartabat. Semoga presiden-wakil presiden terpilih dapat secara nyata mengedepankan pembangunan kelautan nasional bagi kemakmuran bangsa Indonesia.
Setelah
menyaksikan hasil pemilu pileg versi quick count dipastikan PDIP memenangkan
pertarungan legislative. Tetapi hasil ini tidak seperti yang diprediksi oleh
para surveyor yang selama ini memprediksi dengan pencalonan Jokowi efeknya luar
biasa bisa mencapai lebih dari 25%, tetapi hanya mendapatkan sekitar 19-20%
saja perolehan suara pemilihan legislative tersebut.
Dengan hasil
ini maka upaya PDIP untuk mencapreskan sendiri Jokowi agak terganjal , karena
terpaksa PDIP harus mencari mitra partai untuk koalisi agar dapat mencalonkan
Jokowi sebagai Capres di Pilpres yang akan berlangsung bulan Juli nanti.
Seperti
tulisan penulis sebelumnya yaitu “analisis efek Jokowi tidak ngefek”, disini
dapat dilihat dan diukur kenapa dan apa penyebab suara PDIP tidak seperti yang
dibayangkan. Jadi kepada PDIP sebagai penentu Pencapresan Jokowi dan sebagai
nanti tim pemenangan Pilpres, maka diperlukan kepada Partai untuk mempelajari
factor-faktor penyebab tidak sinkronnya hasil di Pemilihan Legislatif tersebut
dengan survey-survey yang ada.
Maka penulis
mempunyai strategi-strategi yang menurut saya bila akan diikuti oleh PDIP,
penulis yakin dan percaya maka Jokowi akan memenangkan Pemilihan Presiden dalam
1 putaran. Strategi-strategi tersebut adalah :
1. SYMBOL-SYMBOL KAMPANYE
Inilah yang paling penting
ketika melakukan kampanye keliling nantinya. Ketika mau kampanye Jokowi
haruslah berkampanye dengan mengikuti symbol ini, sesuai dengan lagu nasional
yang kayaknya jarang sudah kita dengar : yaitu lagu DARI SABANG SAMPAI MERAUKE.
Apakah makna lagu tersebut,
seorang pemimpin Indonesia haruslah menjaga keutuhan NKRI dari Sabang sampai
Merauke, jadi kampanyenya Jokowi haruslah memulai pergerakan dari lagu
tersebut, yaitu : Kampanya pertama kali Jokowi harus mendatangi SABANG,
SUMATERA, JAWA, KALIMANTAN, BALI, (NTT/NTB), MALUKU, MERAUKE, baru puncaknya
adalah JAKARTA. Kalau tidak ada DANA, YAH
dari SABANG (Mewakili Sumatera), KALIMANTAN, SULAWESI, MALUKU, MERAUKE, baru
selanjutnya JAKARTA (Sekaligus mewakili JAWA).JADI SYMBOL2 INI HARUS
DIBERITAKAN SECARA MASSIV, supaya pemilih mengerti akan arti kampanye Jokowi
nantinya. Tidak perlu harus megah panggungnya, yang penting symbol dari
kampanye itulah yang perlu diberitakan.
2. DAN SELAIN TAG : “INDONESIA HEBAT”, INI ADALAH
TAG YANG PENULIS BERIKAN UNTUK JOKOWI : YAITU : “JANGAN PILIH SAYA”, Apabila
bla…bla…bla…..
Ini kalimat iklan yang menarik. Yaitu kalimat dimana JOKOWI meminta
KEPADA MASYARAKAT UNTUK TIDAK MEMILIH DIA, APABILA MASYARAKAT MERAGUKAN
NASIONALISNYA, MERAGUKAN KEISLAMANNYA,, MERAGUKAN PRO WONG CILIKNYA, MERAGUKAN
KINERJANYA SELAMA INI, MERAGUKAN BLUSUKANNYA SELAMA INI, MERAGUKAN
KEMAMPUANNYA, MERAGUKAN JOKOWI KALO DIA SEORANG KORUPTOR, DAN FAKTOR-FAKTOR
MERAGUKAN MASYARAKAT TENTANG DIRINYA.
Artinya kalimat ini sekaligus untuk menangkis serangan-serangan dari
luar, dan sekaligus otomatis menunjukkan bahwa Jokowi berkampanye tidak
berupaya untuk menyerang capres-capres lain. Biarlah masyarakat yang menyerang
Jokowi apabila mereka meragukan kemampuan Jokowi. Dan Tag ini harus juga
massiv, karena bisa jadi ini akan jadi headline pemberitaan dan jadi pembahasan
di media-media.
SALAM….
PRESIDEN JOKOWI UNTUK INDONESIA HEBAT
Bila anda pembaca menyukai tulisan ini…. Sebarkan….
INDONESIA IBARAT LUMBUNG PADI (GEMAH RIPAH LOH JINAWI)
TIKUS IBARAT ORANG-ORANG INDONESIA
JANGAN BIARKAN ; TIKUS MATI DI LUMBUNG PADI