Sabtu, 30 April 2016

Teknik – teknik Terapi Humanistik Eksistensial



Teknik – teknik Terapi Humanistik Eksistensial

            Teknik yang digunakan mengikuti alih–alih mendahului pemahaman. Karena menekankan pada pengalaman klien sekarang, para terapis eksistensial menunjukkan keleluasaan dalam menggunakan metode–metode, dan prosedur yang digunakan oleh mereka bisa bervariasi tidak hanya dari klien yang satu kepada klien yang lainnya, tetapi juga dari satu ke lain fase terapi yang dijalani oleh klien yang sama Meskipun terapi eksistensial bukan merupakan metode tunggal, di kalangan terapis eksistensial dan humanistik ada kesepakatan menyangkut tugas–tugas dan tanggung jawab terapis.
            Psikoterapi difokuskan pada pendekatan terhadap hubungan manusia alih–alih sistem teknik. Para ahli psikologi humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal – hal berikut (Gerald Corey, 1988) :
a.      Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi.
b.       Menyadari peran dari tanggung jawab terapis.
c.       Mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik.
d.      Berorientasi pada pertumbuhan.
e.    Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi yang menyeluruh.
f.    Mengakui bahwa putusan – putusan dan pilihan – pilihan akhir terletak di tangan klien.
g.     Memandang terapis sebagai model, dalam arti bahwa terapis dengan gaya hidup dan pandangan humanistiknya tentang manusia bisa secara implicit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif.
h.     Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandangan dan untuk mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
            Bekerja ke arah mengurangi kebergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien. Menurut Akhmad Sudrajat teknik yang dianggap tepat untuk diterapkan dalam pendekatan ini yaitu teknik client centered counseling, sebagaimana dikembangkan oleh Carl R. Rogers, meliputi :
(1) acceptance (penerimaan)
(2) respect (rasa hormat)
(3) understanding (pemahaman)
(4) reassurance (menentramkan hati)
(5) encouragementlimited questioning (pertanyaan terbatas)
(6) reflection (memantulkan pernyataan dan perasaan)
(7) memberi dorongan
            Melalui penggunaan teknik-teknik tersebut diharapkan konseli dapat (1) memahami dan menerima diri dan lingkungannya dengan baik; (2) mengambil keputusan yang tepat; (3) mengarahkan diri; (4) mewujudkan dirinya.

Referensi :
Gerald, Corey. 1988. Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Bandung : PT ERESCO

Kamis, 21 April 2016

Terapi Humanistik



Terapi Humanistik

            Istilah psikologi humanistik (Humanistic Psychology) diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi yang pada awal tahun 1960-an bekerja sama di bawah kepemimpinan Abraham Maslow dalam mencari alternatif dari dua teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam psikologi. Kedua teori yang dimaksud adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Maslow menyebut psikologi humanistik sebagai “kekuatan ketiga” (a third force).
            Meskipun tokoh-tokoh  psikologi humanistik memiliki pandangan yang berbeda-beda, tetapi mereka berpijak pada konsepsi fundamental yang sama mengenai manusia, yang berakar pada salah satu aliran filsafat modern, yaitu eksistensialisme. Eksistensialisme adalah hal yang mengada-dalam dunia (being-in-the-world) dan menyadari penuh akan keberadaannya (Koeswara, 1986 : 113). Eksistensialisme menolak paham yang menempatkan manusia semata-mata sebagai hasil bawaan ataupun lingkungan. Sebaliknya, para filsuf eksistensialis percaya bahwa setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih tindakan, menentukan sendiri nasib atau wujud dari keberadaannya, serta bertanggung jawab atas pilihan dan keberadaannya, dalam hal ini “pilihan” menjadi evaluasi tertinggi dari tindakan yang akan diambil oleh seseorang.
            Teori eksistensial-humanistik menekankan renungan filosofi tentang apa artinya menjadi manusia. Banyak para ahli psikologi yang berorientasi eksistensial,mengajukan argumen menentang pembatasan studi tingkah laku pada metode-metode yang digunakan oleh ilmu alam.
            Terapi eksistensial berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa lari dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab berkaitan. Dalam penerapan-penerapan terapeutiknya eksistensial-humanistik memusatkan perhatian pada filosofis yang melandasi terapi. Pendekatan atau teori eksistensial-humanistik menyajikan suatu landasan filosofis bagi orang berhubungan dengan sesama yang menjadi ciri khas, kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan konselingnya, dan yang melalui implikasi-implikasi bagi usaha membantu dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut keberadaan manusia.
            Pendekatan eksistensial-humanistik mengembalikan pribadi kepada fokus sentral, sentral memberikan gambaran tentang manusia pada tarafnya yang tertinggi. Ia menunjukkan bahwa manusia selalu ada dalam proses pemenjadian dan bahwa manusia secara sinambung mengaktualkan dan memenuhi potensinya. Pendekatan eksistensial secara tajam berfokus pada fakta-fakta utama keberadaan manusia – kesadaran diri dan kebebasan yang konsisten.
            Pendekatan Eksistensial-humanistik berfokus pada diri manusia. Pendekatan ini mengutamakan suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia. Pendekatan Eksistensial-Humanistik dalam konseling menggunakan sistem tehnik-tehnik yang bertujuan untuk mempengaruhi konseli. Pendekatan terapi eksistensial-humanistik bukan merupakan terapi tunggal, melainkan suatu pendekatan yang mencakup terapi-terapi yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsep-konsep dan asumsi-asumsi tentang manusia.

Tujuan terapi
            Memiliki tujuan mengembalikan individu kepada pemikiran autentik tentang dirinya. Tanggung jawab personal terhadap diri, perasaan, perilaku, dan pilihan ditekankan. Individu didorong untuk hidup sepenuhnya pada masa kini dan memandang masa depan.

Kelebihan
1. Bersifat pembentukan kepribadian, hai nurani, perubahan sikap, analisis terhadap fenomena social
2. Pendekatan terapi eksistensial lebih cocok digunakan pada perkembangan klien seperti masalah karier, kegagalan dalam perkawinan, pengucilan dalam pergaulan antaupun masa transisisi dalam perkembangan dari remaja menjadi dewasa.

Kekurangan
1. Pendekatan ini kurang sistematis pada prinsip-prinsip dan praktek terapi.
2. Beberapa penulis eksistensialisme menggunakan konsep abstrak atau global dan samar-samar. Sulit untuk dipegang.
3. Memiliki keterbatasan penerapan pada kasus level keberfungsian klien yang rendah, klien yang ekstrem yang membutuhkan penanganan secara langsung
4. Proses terapi membutuhkan waktu yang panjang dan ketidakpastian kapan berakhir, berapa jam dan berapa kali pertemuan.

Jumat, 01 April 2016

Teknik - teknik Terapi Psikoanalisis

Teknik - teknik Terapi Psikoanalisis

1. Asosiasi bebas
Terapi asosiasi bebas adalah suatu metode pemanggilan kembali pengalaman - pengalaman masa lalu dan pelepasan emosi - emosi yg berkaitan dg situasi - situasi traumatik di masa lalu. Pasien secara bebas mengungkapkan segala hal yang ingin dikemukakan, termasuk apa yang selama ini ditekan di alam bawah sadar. Pasien mengungkapkan tanpa dihambat atau dikritik. Namun, ada hal yang menjadi salah satu hambatannya yaitu pasien melakukan mekanisme pertahanan diri saat mengungkapkan hal, sehingga tidak semua hal bisa terungkap. Maka, pasien diminta untuk berbaring di dipan khusus dan psikoanalisnya duduk di belakang. Pasien dan psikoanalis tidak berhadapan langsung, sehingga diharapkan pasien dapat mengungkapkan pikirannya tanpa merasa terganggu, tertahan, atau terhambat oleh terapis. Teknik ini dikembangkan oleh Sigmund Freud setelah mempelajari teknik baru yang telah digunakan oleh teman dan koleganya yakni Dr. Joseph Breuer dalam merawat klien kasus histeria.
Alasan saya menyukai teknik asosiasi bebas karena dalam teknik ini kita hanya mendengarkan cerita masa lalu klien, melihat dan mengenali tanda – tanda yang diungkapkan klien dan kita membimbing klien untuk membantu menemukan jalan keluar masalahnya