KESEHATAN MENTAL
Kesehatan mental, berasal dari dua kata, yakni “kesehatan” dan “mental”. Kesehatan berasal dari kata “sehat”, yang merujuk pada kondisi fisik. Individu yang sehat adalah individu yang berada dalam kondisi fisik yang baik, dan bebas dari penyakit. Sedangkan “mental” adalah kepribadian yang merupakan kebulatan dinamik yang tercermin dalam cita-cita, sikap, dan perbuatan. Mental adalah semua unsur-unsur jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap, dan perasaan yang dalam keseluruhan atau kebulatannya akan menentukan tingkah laku, cara menghadapi suatu hal yang menekan perasaan, mengecewakan, atau yang menggembirakan dan menyenangkan.
Kesehatan mental menggambarkan tingkat kesejahteraan psikologis, atau adanya gangguan mental. Dari perspektif 'psikologi positif' atau 'holisme', kesehatan mental dapat mencakup kemampuan individu untuk menikmati hidup, dan menciptakan keseimbangan antara aktivitas kehidupan dan upaya untuk mencapai ketahanan psikologis. Kesehatan mental juga dapat didefinisikan sebagai suatu ekspresi emosi, dan sebagai penanda adaptasi sukses untuk berbagai tuntutan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kesehatan mental sebagai, "suatu keadaan kesejahteraan dimana individu menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan yang normal dari kehidupan, dapat bekerja secara produktif dan baik, dan mampu memberikan kontribusi bagi dirinya sendiri dan masyarakat.
Kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan yang nyata antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem yang biasa terjadi dalam kehidupan pribadi dan bermasyarakat, dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya. Fungsi-fungsi jiwa seperti fikiran, perasaan, sikap jiwa, pandangan dan keyakinan hidup, harus dapat saling membantu dan bekerja sama satu sama lain, sehingga dapat dikatakan adanya keharmonisan, yang menjauhkan orang dari perasaan ragu dan bimbang, serta terhindar dari kegelisahan dan pertentangan (konflik).
Beberapa ahli mengemukakan orientasi umum dan pola-pola wawasan kesehatan mental, yang terbagi menjadi tiga orientasi, yaitu :
1. Orientasi klasik
Orientasi klasik ini banyak digunakan dalam dunia kedokteran, termasuk psikiatri. Menurut pandangan orientasi klasik, individu yang sehat adalah individu yang tidak mempunyai keluhan tertentu, seperti ketegangan, rasa lelah, cemas, rendah diri, atau perasaan tak berguna, yang semuanya menimbulkan perasaan “sakit” atau “perasaan tak sehat”, serta mengganggu efisiensi dan efektifitas kegiatan sehari-hari. Individu yang sehat adalah individu yang tidak mempunyai keluhan secara fisik dan mental. Sehat fisik merujuk pada tidak adanya keluhan secara fisik, dan sehat mental merujuk pada tidak adanya keluhan secara mental.
2. Orientasi penyesuaian diri
Pandangan yang digunakan sebagai landasan orientasi penyesuaian diri adalah pendekatan yang menegaskan bahwa manusia pada umumnya adalah makhluk yang sehat secara mental. Dengan pandangan ini penentuan sehat atau sakit mental dilihat sebagai derajat kesehatan mental. Selain itu, berdasarkan orientasi penyesuaian diri, kesehatan mental dipahami sebagai kondisi kepribadian individu secara utuh. Penentuan derajat kesehatan mental bukan hanya berdasarkan jiwanya tetapi juga berkaitan dengan proses pertumbuhan dan perkembangan individu dalam lingkungannya. Kesehatan mental seseorang sangat erat kaitannya dengan tuntutan-tuntutan masyarakat tempat dimana individu hidup, masalah-masalah hidup yang dialami, peran sosial dan pencapaian-pencapaian sosialnya.
Kesehatan mental merupakan kemampuan individu untuk secara aktif menyesuaikan diri sesuai tuntutan kenyataan di sekitarnya, yang merujuk pada tuntutan yang berasal dari masyarakat yang secara konkret mewujud dalam tuntutan orang-orang yang ada di sekitarnya. Penyesuaian diri ini tidak mengakibatkan perubahan kepribadian, stabilitas diri tetap terjaga, dan tetap memiliki otonomi diri. Individu dapat menerima apa yang ia anggap baik dan menolak apa yang ia anggap buruk berdasarkan pegangan normatif yang ia miliki. Individu yang sehat akan melihat realitas terhadap masalah yang dihadapinya dan bagaimana kondisi dirinya berkaitan dengan masalah itu sebelum menentukan tindakan yang akan diambil. Individu yang sehat memiliki kemampuan memahami realitas internal dan eksternal dirinya. Ia tidak bereaksi secara mekanik atau kompulsif-repetitif tetapi merespons secara realistis dan berorientasi pada masalah.
3. Orientasi pengembangan potensi
Menurut pandangan ini, kesehatan mental terjadi bila potensi-potensi kreatifitas, rasa humor, rasa tanggung jawab, kecerdasan, kebebasan bersikap dapat berkembang secara optimal sehingga mendatangkan manfaat bagi dirinya sendiri dan lingkungan disekitarnya. Individu dianggap mencapai taraf kesehatan mental, bila ia mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan sehingga dapat dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri.
Individu yang sehat mental adalah individu yang dapat dan mampu mengembangkan dan memanfaatkan potensi yang ada pada dirinya untuk kegiatan yang positif-konstruktif, sehingga dapat meningkatkan kualitas dirinya. Pemanfaatan dan pengembangan potensi ini dapat dipergunakan dalam kegiatan dan kehidupan sehari-hari.
Jadi, fokus utama kesehatan mental adalah kesejahteraan emosional, kemampuan menjalani hidup secara utuh dengan penuh kreatif, dan fleksibilitas dalam menghadapi tantangan yang tak terelakkan dalam realitas kehidupan, sebagai pribadi maupun anggota masyarakat. Kesehatan mental merujuk pada aplikasi dan pengembangan prinsip-prinsip praktis dalam pencegahan, pencapaian, dan pemeliharaan unsur-unsur psikologis dalam diri individu sebagai upaya untuk mengatasi munculnya masalah-masalah mental atau maladjusment. Kesehatan mental selalu terkait dengan; (1) bagaimana individu merespon --memikirkan, merasakan, dan menjalani-- kehidupan sehari-hari, (2) bagaimana individu memandang realitas dirinya sendiri dan orang lain, (3) bagaimana individu melakukan evaluasi terhadap berbagai alternatif dan pengambilan keputusan terhadap suatu masalah yang menimpa dirinya.
B. Konsep Sehat
Konsep sehat menurut Parkins (1938) adalah suatu keadaan seimbang yang
dinamis antara bentuk dan fungsi tubuh dan berbagai faktor yang berusaha
mempengaruhinya. Dan menurut White (1977), sehat adalah suatu keadaan di mana
seseorang pada waktu diperiksa tidak mempunyai keluhan ataupun tidak terdapat
tanda-tanda suatu penyakit dan kelainan.
WHO pun mengembangkan defenisi tentang sehat. Pada sebuah publikasi WHO
tahun 1957, konsep sehat didefenisikan sebagai suatu keadaan dan kualitas dari
organ tubuh yang berfungsi secara wajar dengan segala faktor keturunan dan
lingkungan yang dimiliki. Sementara konsep WHO tahun 1974, menyebutkan Sehat
adalah keadaan sempurna dari fisik, mental, sosial, tidak hanya bebas dari
penyakit atau kelemahan. Sementara Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam
musyawarah Nasional Ulama tahun 1983 merumuskan kesehatan sebagai ketahanan
“jasmaniah, ruhaniyah dan sosial” yang dimiliki manusia sebagai karunia Allah
yang wajib disyukuri dengan mengamalkan tuntunannya, dan memelihara serta
mengembangkannya.
Konsep-konsep kesehatan dikembangkan berdasarkan :
1.Dimensi
Emosional
Menurut Goleman emosional merupakan hasil campur dari
rasa takut, gelisah, marah, sedih dan senang.
2.Dimensi Intelektual
Memecahkan masalah dengan pikiran
yang tenang, yang dapat memecahkan masalah tersebut. Misalnya ,berhenti sejenak
dan memijit pada bagian kaki yang keseleo saat bermain futsal.
3.Dimensi
Fisik
Suatu kondisi tubuh yang di haruskan
dengan kondisi tubuh sehat.
4.Dimensi
Sosial
Seseorang dapat melakukan perannya
dalam lingkup yang lebih besar dan dapat berinteraksi dengan baik
5.Dimensi
Spiritual
Spiritual merupakan kehidupan
kerohanian. Dengan menyerahkan diri dengan bersujud dengan kepercayaan agama
masing-masing. Misalnya , ketika di diagnosa menderita penyakit kronis ,
adakalanya selalu memohon dan meminta kesembuhan kepada Allah swt.
C. Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental
Kesehatan menurut Freund (1991) “suatu
kondisi yang dalam keadaan baik dari suatu organisme atau bagian yang dicirikan
oleh fungsi yang normal dan tidak adanya penyakit”, juga sampai pada kesimpulan
mengenai kesehatan sebagai suatu keadaan tidak adanya penyakit sebagai salah
satu ciri kalau organisme disebut sehat. Mental hygiene disebut juga ilmu kesehatan mental merupakan ilmu
pengetahuan yang masih muda. Dulu orang berpendapat gangguan keseimbangan
mental itu disebabkan oleh gangguan roh jahat.
Kesehatan mental di cetuskan oleh
Adolf Meyer (psychiater) berdasarkan saran
Beers (mantan penderita sakit mental), membantu perkembangan gerakan usaha
kesehatan mental. Dialah yang mengemukakan istilah “Mental Hygiene”. Di amerika pada tahun 1908 terbentuk suatu
organisasi
“Connectitude Society for
Mental Hygiene”. Pada tahun 1909 berdirilah “The National Committee for Mental Hygiene”. Di inggris pada tahun
1842 berdirilah organisasi “The Society
for Improving the Condition Association for the Protection of the Insane and
the Prevention of Insanity”.
Akibat perang dunia I dan II banyak
terdapat penderita “war neurosis” di
kalangan anggota militer, sehingga gerakan Mental
Hygiene makin besar usahanya mencari metode yang efisien untuk mencegah
gangguan mental serta mengadakan pembaharuan dalam metode penyembuhan. Pada
tahun 1930 Mental Hygiene mengadakan
kongres pertama di Washington D.C. tahun 1946 Presiden Amerika Serikat
menandatangani undang-undang “The
National Mental Health Act” untuk memajukan kesehatan mental rakyat
Amerika, yang menyelenggarakan program mental
hygiene antara lain:
WHO
: Organisasi ini
memberi informasi dan penyuluhan mengenai kesehatan mental kepada anggota UNO. Mengadakan pengawasan terhadap alkoholisme,
pencegahan kriminal.
UNESCO : Untuk menstimulir
penukaran masalah informasi kebudayaan antar bangsa. Didalamnya terdapat suatu
departemen yang mengurusi masalah sosial
WFMH
: Di
dirikan pada tahun 1948. Antara the
internasional committee for mental hygiene dengan the british association for
mental health, merupakan kelompok non
govermental health agencies membantu kesehatan di dunia.
Pasti semua orang ingin memiliki mental yang sehat tanpa terganggu apapun. Karna kesehatan mental dapat mempengaruhi aktivitas kita. Maka dari itu, kesehatan mental mempunyai tujuan yaitu :
1.Mengusahakan
agar manusia memiliki kempuan mental yang sehat.
2.Mengusahakan
pencegahan terhadap timbulnya sebab-sebab gangguan mental dan penyakit mental.
3.Mengusahakn
pencegahan berkembangnya bermacam-macam gangguan mental dan penyakit mental.
4.Mengurangi
atau mengadakan penyembuhan terhadap gangguan dan penyakit mental.
C. Pendekatan Kesehatan
Mental
1.Pendekatan Orientasi
Klasik
Sehat
fisik artinya tidak ada keluhan fisik. Sedang sehat mental artinya tidak ada
keluhan mental. Dalam ranah psikologi, pengertian sehat seperti ini banyak
menimbulkan masalah ketika kita berurusan dengan orang-orang yang mengalami
gangguan jiwa yang gejalanya adalah kehilangan kontak dengan realitas.
Orang-orang seperti itu tidak merasa ada keluhan dengan dirinya meski hilang
kesadaran dan tak mampu mengurus dirinya secara layak. Pengertian sehat mental
dari orientasi klasik kurang memadai untuk digunakan dalam konteks psikologi.
Mengatasi kekurangan itu dikembangkan pengertian baru dari kata ‘sehat’. Sehat
atau tidaknya seseorang secara mental belakangan ini lebih ditentukan oleh
kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Orang yang memiliki kemampuan
menyesuaikan diri dengan lingkungannya dapat digolongkan sehat mental.
Sebaliknya orang yang tidak dapat menyesuaikan diri digolongkan sebagai tidak
sehat mental.
Kesehatan Mental : terhindarnya individu dari gejala
gangguan jiwa(neurosis) dan gejala penyakit jiwa( psikosis), berupa
simptom-simptom negatif yang menimbulkan rasa tidak sehat,dan bisa mengganggu
efisiensi yang biasanya tidak bisa dikuasai individu.
Kelemahan dari Orientasi ini adalah :
- Simptom-simptom bisa terdapat juga pada individu
normal
- Rasa tidak nyaman dan konflik bisa membuat individu
berkembang dan memperbaiki diri.
- Sehat atau sakit tidak bisa didasarkan pada ada atau
tidaknya keluhan.
2. Pendekatan
Orientasi Penyesuaian Diri
Penyesuaian
diri (Menninger,1947) : perubahan dalam diri yang diperlukan untuk mengadakan
hubungan yang memuaskan dengan orang lain/lingkungan.
Individu bermasalah : apabila tidak mampu menyesuaikan
diri terhadap tuntutan dari luar dirinya, dengan kondisi baru serta dalam
mengisi peran yang baru.
Normal dalam Orientasi ini :
a) Normal secara statistik; yaitu apa adanya.
b) Normal secara normatif : individu bertingkah laku
sesuai budaya setempat.
Dengan menggunakan orientasi penyesuaian diri,
pengertian sehat mental tidak dapat dilepaskan dari konteks lingkungan tempat
individu hidup. Oleh karena kaitannya dengan standar norma lingkungan terutama
norma sosial dan budaya, kita tidak dapat menentukan sehat atau tidaknya mental
seseorang dari kondisi kejiwaannya semata. Ukuran sehat mental didasarkan juga
pada hubungan antara individu dengan lingkungannya. Seseorang yang dalam
masyarakat tertentu digolongkan tidak sehat atau sakit mental bisa jadi
dianggap sangat sehat mental dalam masyarakat lain. Artinya batasan sehat atau
sakit mental bukan sesuatu yang absolut. Berkaitan dengan relativitas
batasan sehat mental, ada gejala lain yang juga perlu dipertimbangkan. Kita
sering melihat seseorang yang menampilkan perilaku yang diterima oleh
lingkungan pada satu waktu dan menampilkan perilaku yang bertentangan dengan
norma lingkungan di waktu lain. Misalnya ia melakukan agresi yang berakibat
kerugian fisik pada orang lain pada saat suasana hatinya tidak enak tetapi
sangat dermawan pada saat suasana hatinya sedang enak. Dapat dikatakan bahwa
orang itu sehat mental pada waktu tertentu dan tidak sehat mental pada waktu
lain. Lalu secara keseluruhan bagaimana kita menilainya? Sehatkah mentalnya?
Atau sakit? Orang itu tidak dapat dinilai sebagai sehat mental dan tidak sehat
mental sekaligus.
Dengan
contoh di atas dapat kita pahami bahwa tidak ada garis yang tegas dan universal
yang membedakan orang sehat mental dari orang sakit mental. Oleh karenanya kita
tidak dapat begitu saja memberikan cap ‘sehat mental’ atau ‘tidak sehat mental’
pada seseorang. Sehat atau sakit mental bukan dua hal yang secara tegas
terpisah. Sehat atau tidak sehat mental berada dalam satu garis dengan derajat
yang berbeda. Artinya kita hanya dapat menentukan derajat sehat atau tidaknya
seseorang. Dengan kata lain kita hanya bicara soal ‘kesehatan mental’ jika kita
berangkat dari pandangan bahwa pada umumnya manusia adalah makhluk sehat
mental, atau ‘ketidak-sehatan mental’ jika kita memandang pada umumnya manusia adalah
makhluk tidak sehat mental. Berdasarkan orientasi penyesuaian diri, kesehatan
mental perlu dipahami sebagai kondisi kepribadian seseorang secara keseluruhan.
Penentuan derajat kesehatan mental seseorang bukan hanya berdasarkan jiwanya
tetapi juga berkaitan dengan proses pertumbuhan dan perkembangan seseorang
dalam lingkungannya.
3.Pendekatan Orientasi Pengembangan Potensi
3.Pendekatan Orientasi Pengembangan Potensi
Kesehatan
mental : pengetahuan dan perbuatan yang tujuannya untuk mengembangkan dan
memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin sehingga
membawa pada kebahagian diri dan orang lain serta terhindar dari gangguan
penyakit jiwa . Tokohnya : Allport , Maslow , Roger Fromm
Kriteria
mental sehat dalam orientasi ini :
1. Punya pedoman normatif pribadi ( bisa memilih apa yang baik dan menolak yang buruk)
2. Menunjukan otonomi independen , mawas diri dalam mencari nilai-nilai pedoman.
1. Punya pedoman normatif pribadi ( bisa memilih apa yang baik dan menolak yang buruk)
2. Menunjukan otonomi independen , mawas diri dalam mencari nilai-nilai pedoman.
Seseorang dikatakan mencapai taraf kesehatan jiwa,
bila ia mendapat kesempatan untuk mengembangkan potensialitasnya menuju
kedewasaan, ia bisa dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri. Dalam
psiko-terapi (Perawatan Jiwa) ternyata yang menjadi pengendali utama dalam
setiap tindakan dan perbuatan seseorang bukanlah akal pikiran semata-mata, akan
tetapi yang lebih penting dan kadang-kadang sangat menentukan adalah perasaan.
Telah terbukti bahwa tidak selamanya perasaan tunduk kepada pikiran, bahkan
sering terjadi sebaliknya, pikiran tunduk kepada perasaan. Dapat dikatakan
bahwa keharmonisan antara pikiran dan perasaanlah yang membuat tindakan
seseorang tampak matang dan wajar.
Sehingga
dapat dikatakan bahwa tujuan Hygiene mental atau kesehatan mental adalah
mencegah timbulnya gangguan mental dan gangguan emosi, mengurangi atau
menyembuhkan penyakit jiwa serta memajukan jiwa. Menjaga hubungan sosial akan
dapat mewujudkan tercapainya tujuan masyarakat membawa kepada tercapainya
tujuan-tujuan perseorangan sekaligus. Kita tidak dapat menganggap bahwa
kesehatan mental hanyasekedar usaha untuk mencapai kebahagiaan masyarakat,
karena kebahagiaan masyarakat itu tidak akan menimbulkan kebahagiaan dan
kemampuan individu secara otomatis, kecuali jika kita masukkan dalam
pertimbangan kita, kurang bahagia dan kurang menyentuh aspek individu, dengan
sendirinya akan mengurangi kebahagiaan dan kemampuan sosial.
Sarwono, Sarlito W. (2010).
Pengantar psikologi umum. Jakarta:Rajawali Pers. Schultz,
Duane.(2011).psikologi pertumbuhan:model-model kepribadian sehat.Yogyakarta:Kanisius
Sarwono, Sarlito W. (2010). Pengantar psikologi
umum. Jakarta:Rajawali Pers.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar